Pematang Siantar –Nasionalklik.com
Aroma pungutan liar kembali menyengat dari balik pelayanan publik. Kali ini, sorotan tajam mengarah ke jajaran Satlantas Polres Pematang Siantar. Seorang warga Pematang Siantar, pada 25 November 2025, mengungkapkan kepada awak media bahwa dirinya dipungut biaya sebesar Rp500 ribu untuk penerbitan SIM A polos—angka yang jauh di atas ketentuan resmi.
Pengakuan warga tersebut sontak memantik kegaduhan. Pasalnya, tarif resmi penerbitan SIM telah diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah tentang PNBP Polri, dan setiap penyimpangan dari aturan itu merupakan bentuk pelanggaran SOP sekaligus merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun hingga berita ini diterbitkan, Kasatlantas Polres Pematang Siantar IPTU Friska Susana, SH belum memberikan tanggapan resmi. Diamnya pejabat yang semestinya menjawab keluhan publik ini justru menambah tanda tanya, ada apa dengan pelayanan SIM di Pematang Siantar?
Dalam kasus seperti ini, transparansi menjadi harga mati. Awak media dan masyarakat mendesak Kapolres Pematang Siantar, AKBP Sah Udur T.M Sitinjak, SH, SIK, MH, untuk segera melakukan langkah tegas dan terukur. Tuduhan adanya tarif tidak resmi dalam proses penerbitan SIM bukan perkara sepele—ini menyangkut integritas institusi penegak hukum.
Kapolres harus memastikan apakah dugaan pungutan liar ini dilakukan oleh oknum, sistem, atau praktik yang sudah menjadi “kebiasaan” yang dibiarkan. Jika benar terjadi pungutan tidak sesuai SOP, maka itu bukan hanya pelanggaran administrasi, tetapi bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik.
SIM adalah dokumen legal yang wajib diterbitkan melalui prosedur resmi dan biaya sesuai aturan. Ketika tarif melambung di luar ketentuan, apalagi tanpa penjelasan, publik berhak curiga bahwa ada “tangan-tangan gelap” bermain dan memanfaatkan kebutuhan masyarakat untuk keuntungan pribadi.
Institusi Polri selama ini gencar melakukan reformasi pelayanan publik. Maka dugaan seperti ini tidak boleh dianggap angin lalu.
Hingga kini, publik masih menunggu, apakah Kasatlantas akan memberi klarifikasi? Apakah Kapolres akan membentuk tim pemeriksa? Atau kasus ini akan terkubur begitu saja?
Reformasi birokrasi tidak akan pernah terwujud jika ruang diam terus dipelihara.
Kasus pungutan Rp500 ribu untuk SIM A ini bukan sekadar cerita satu warga ini adalah cermin keretakan kepercayaan publik yang sedang membesar. Dan hanya tindakan tegas, transparan, serta berani yang mampu mengembalikan marwah institusi kepolisian di mata rakyat.
(Tim)









